Islam dan Risalah Pembebasan (Part 1)

Hijrah dan Kemerdekaan atas Penindasan

Secara terminologi, Islam memiliki arti yakni selamat. Selamat dari jalan-jalan kesesatan masa jahiliyah untuk selanjutnya menjadi bangsa yang berperadaban tinggi, serta bertaqwa kepada Allah swt tanpa menduakannya. Jika kita tinjau lebih jauh lagi, Islam sendiri merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw yang notabene merupakan nabi terakhir yang diturunkan oleh Allah dengan seperangkat tugas untuk menyempurnakan risalah atas nabi-nabi pendahulu beliau. Selain itu, Islam pun juga menawarkan sejumlah seruan keselamatan kepada umatnya yang mana seruan keselamatan tersebut selain sebagai penyelamat atas sejumlah kesesatan-kesesatan yang pernah terjadi, juga sebagai penyelamat menjelang Hari Akhir atau Hari Kiamat.

Gambar 1. Kubah Masjid. Masjid sendiri adalah tempat peribadatan umat Islam.
Sebagai agama penyempurna sekaligus penyelamat, Islam memiliki 2 ajaran pokok sebagai pedoman hidup umatnya, yakni Hablun Minallah (Hubungan kepada Allah) dan Hablun Minannas (Hubungan kepada sesama manusia). Dalam Hablun Minallah, umat Islam tidak diperbolehkan melakukan ritual-ritual penyembahan lain kecuali yang diperintahkan-Nya melalui ajaran Islam. Kenapa? Karena memang seperti itulah metodologi yang diturunkan kepada umat Islam agar tetap menyembah Allah secara Esa, sebagai satu kesatuan Khaliq. Hablun Minallah sendiri hanya memiliki cakupan yang sempit, hanya berlaku kepada individu-individu yang telah mendeklarasikan diri menjadi umatnya melalui 2 kalimat Syahadat; Mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, dan mengakui nabi Muhammad sebagai nabi terakhir sekaligus nabi pembawa ajaran Islam.

Dalam Hablun Minannas, umat Islam diajarkan menjadi individu-individu yang baik secara pribadi maupun kolektif untuk saling mengisi dalm kontribusinya pada suatu organisasi sosial yang ia tempati. Hablun Minannas sendiri mengatur bagaimana proses dan etika individu umat Islam dalam menjalin hubungan sosialnya di lingkungan sehari-hari. Oleh sebab itulah, dalam Hablun Minannas sendiri umat Islam diperbolehkan untuk melakukan interaksi dan menjalin relasi seluas-luasnya, kecuali yang dilarang. Mengapa? Karena Islam sendiri datang sebagai penyempurna risalah-risalah nabi sebelumnya sekaligus penyelamat umatnya dari Hari Akhir, sehingga diharapkan sebisa mungkin umat Islam dalam tiap interaksinya selalu menjauhkan diri dari sifat-sifat Fasik, Munafik, hingga Maksiat.

Gambar 2. Salah satu bentuk Hablun Minannas dalam kehidupan sehari-hari.

Sifat-sifat Fasik, Munafik, hingga Maksiat sendiri merupakan sifat-sifat tercela di mata Allah, yang malah menyebabkan ketidakstabilan dan kesenjangan dalam suatu tatanan kemasyarakatan. Kesenjangan ekonomi dan sosial, beredarnya penyakit-penyakit masyarakat, termasuk juga keberadaan konflik, lahir dari sifat-sifat tersebut. Itulah yang dinamakan setan, yakni sifat-sifat tercela manusia yang saling menjatuhkan dan merugikan pihak lain. Islam sendiri memberikan sebuah penawar dalam menghadapi setan-setan tersebut, termasuk di dalam sebuah interaksi sosial, dari sinilah proses pembebasan dimulai.

Secara individual, umat Islam diperintahkan membebaskan diri dari sifat-sifat setan yang merasuki dirinya, dan kembali bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa. Lalu, secara kolektif, umat Islam sendiri juga diperintahkan untuk membebaskan tataran masyarakat—termasuk aparatur organisasi sosial, yang masih dirasuki oleh setan. Seperti misalnya dalam peristiwa Hijrah, nabi Muhammad bersama Abu Bakar Ash-Shidiq dan beberapa pengikut-pengikut lain berusaha pergi dari kota Mekkah yang masih dikuasai oleh kaum kafir Quraisy menuju Madinah. Sebenarnya, kedua kota ini masih belum menerima ajaran Islam secara masif, lalu kenapa nabi Muhammad bersedia pergi dari Mekkah yang masih jahiliyah menuju Madinah yang juga sama? Karena nabi Muhammad sendiri telah menyaksikan bagaimana dirinya maupun umat Islam lain ditindas oleh bangsanya sendiri (kaum Quraisy) di Mekkah. Termasuk juga bagaimana praktik-praktik penindasan tersebut juga telah menimbulkan korban jiwa, yakni Sumayyah binti Khayyath, seorang budak wanita yang tewas disiksa tuannya karena telah mengikuti ajaran Islam.

Gambar 3. Hijrah adalah serangkaian proses manusia untuk melangkah ke kehidupan yang lebih baik.

Mengetahui hal ini, nabi Muhammad atas wahyu dari Allah, memutuskan untuk hijrah dalam rangka menyelamatkan umat Islam yang masih awal guna melindungi diri dari penindasan. Pilihan pertama jatuh kepada Thaif (kini Jeddah), masih di dekat Mekkah. Namun, masyarakat di Thaif pun juga melakukan hal serupa kaum Quraisy Mekkah terhadap umat Islam, sehingga rencana hijrah ke Thaif di-cancel. Selang beberapa waktu, rencana hijrah kedua telah disusun kembali, yakni ke Abbyssinia, di benua Afrika. Rencana ini berhasil, umat Islam pun diterima dengan tangan terbuka oleh Raja Abbysinia yang merupakan pemeluk Kristen yang taat. Walau demikian, nabi Muhamad tidak turut ke dalam rombongan hijrah ini, karena ia diminta oleh Allah untuk tetap berlaga di medan juangnya sendiri, yakni semenanjung Arab.

Rencana hijrah ketiga telah disusun, kali ini ke Madinah yang jauh dari Mekkah. Pilihan jatuh ke Madinah karena masyarakat Madinah sendiri memiliki pemikiran yang terbuka dan dinamis, sebagai efek dari sebuah kota dagang yang banyak dilintasi berbagai jenis masyarakat dan kebudayaan. Hal ini berkebalikan dengan Mekkah dan Thaif yang masyarakatnya masih konservatif dan tetap berusaha menjaga dominasi kekuasaan mereka. Perjalanan dimulai, diawali oleh nabi Muhammad dan Abu Bakar, lalu dikuti oleh umat Islam yang lain. Sepanjang perjalanan, nabi Muhammad dan umat Islam pun masih tetap dikejar-kejar oleh kaum Quraisy Mekkah. Berbagai intimidasi dan ancaman tetap dikeluarkan oleh kaum Quraisy Mekkah agar nabi Muhammad dan umat Islam lainnya menggagalkan rencananya untuk hijrah ke Madinah.

Gambar 4. Masjid Quba, masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw.

Pendirian telah bulat, walaupun diterpa berbagai intimidasi, hijrah ke Madinah pun tetap dilaksanakan. Hingga sesampainya rombongan di kota Quba (dekat Madinah) pada waktu Subuh, pengejaran kaum Quraisy Mekkah telah berhenti. Nabi Muhammad beserta rombongan pun mendirikan sebuah masjid di Quba dengan 2 tujuan; untuk menunaikan ibadah Sholat Subuh, juga sebagai monumen kemerdekaan umat Islam atas penindasan kaum Quraisy Mekkah.

Dari sini, kita pun mencapai pada suatu titik kesimpulan atas peristiwa hijrah ini, yakni membebaskan diri maupun kolektif dari setan-setan yang bertujuan untuk merusak tatanan hidup pribadi maupun masyarakat.


Komentar