Teror Bom Surabaya dan Sidoarjo: Apa Kabar 'Bhinneka Tunggal Ika'?


Gambar 1. Kendaraan yang terbakar dalam insiden teror bom di Surabaya, pada Minggu (13/5/2018)

Kejadian Bom di Surabaya dan Sidoarjo beberapa minggu yang lalu, ditambah kasus penyerangan Mako Brimob oleh seratusan orang lebih napi terorisme cukup membuat bangsa ini tersentak hebat. Walaupun Indonesia memiliki banyak pasukan elit yang terlatih untuk menanggulangi teror, hal itu tidak lantas pula menutup kemungkinan bahwa terorisme sudah tidak ada lagi di Indonesia. Bahkan negara-negara dunia sekelas Amerika Serikat pun masih beberapa kali kecolongan atas ulah kriminal warga negaranya, baik teror bom boston maupun kasus penembakan di sekolah-sekolah. Jadi, apa sebenarnya yang melatarbelakangi berbagai kasus terorisme, khususnya di Indonesia? Mari kita bersama-sama menganalisa secara ilmiah.

1. Masih tingginya sikap egoisme individu maupun kelompok atas dirinya sendiri.

Gambar 2. Sikap egois yang berlebihan hanya akan membuat permusuhan.

       Egoisme sebenarnya baik untuk menegaskan identitas diri sendiri, sebagaimana sifat alamiah manusia yang selalu beragam. Namun, jika hal tersebut terlalu mengakar dan melampaui batas?  Itulah yang dinamakan dengan 'ketidakseimbangan alam'. Dengan menyeimbangkan kutub-kutub positif dan negatif dalam karakter pribadi masing-masing, tentunya kita akan dapst diterima dengan baik oleh diri kita sendiri maupun lingkungan sosial kita sendiri.

2. Kurangnya sikap 'open minded' atas beragamnya karakter manusia.

Gambar 3. Pikiran terbuka lebih dapat menyikapi kehidupan kemasyarakatan.

       Berpikiran terbuka, dapat membuat kita mengerti dan peka atas kondisi di lingkungan sekitar. Tak usah repot-repot membaca buku-buku filsafat berat, atau bermeditasi hingga ke Himalaya apalagi Samudera Antartika. Cukup percayakan pada diri sendiri, 'Hidupku indah, karena lingkungan memberiku apa yang aku perlu.' Hal itu cukup memberi gambaran kepada kita agar saling bersimpati dan saling menghargai kondisi-kondisi sosial yang ada di sekitar kita.

3. Lingkungan pergaulan yang terlalu mendoktrinisasi.

Gambar 4. Doktrin mengenai 72 Bidadari di Surga adalah salah satu iming-iming kelompok teroris terhadap calon rekrutan.

       Doktrin-doktrin salah kaprah mengenai jihad, perjuangan, mujahidin, 72 bidadari beserta mimi peri, kebanyakan didapat dari hasil interaksi individu dengan kelompok sosial yang terlalu mengakar pemikirannya. Biasanya, doktrin-doktrin itu masuk baik secara sengaja maupun tidak akibat pola interaksi  antara cater (calon teroris) dengan HRD kelompok teroris. Dan apabila hal ini dibiarkan terjadi secara terus menerus, sang cater pun akhirnya naik ke level berikutnya, menjadi teba (teroris baru).

4. Stigma sosial atas individu yang memiliki ciri maupun identitas yang sama dengan pelaku teroris.

Gambar 5. Teroris hanyalah penganut ideologi radikal berkedok sebagai penganut Islam.

       Ini merupakan salah satu hal yang terpenting. Dikarenakan seorang individu memiliki ciri yang sama dengan pelaku terorisme, maka masyarakat pun otomatis menyamakan si individu tersebut dengan pelaku terorisme. Akibatnya, si individu tersebut menjadi tertekan. Karena ia merasa bahwa lingkungan sosialnya telah menolak kehadirannya, dan berangsur-angsur menerima dan menegaskan stigma lingkungan sosial tersebut menjadi suatu identitas bagi dirinya sendiri.

5. Kurangnya asupan pendidikan yang dapat diterima.

Gambar 6. Pendidikan yang baik dan ilmiah dapat menekan angka pertumbuhan kelompok-kelompok terorisme.

       Seperti biasa, setiap manusia dilahirkan bersama dengan kecerdasan mereka masing-masing (kecuali generasi penyantap micin, anak-anak alay, dan orang yang suka membodohi orang lain). Pendidikan penting peranannya untuk mengasah kecerdasan yang nantinya akan berguna di masa depan. Sistem pendidikan yang baik ialah sistem pendidikan yang dapat dengan sukarela diterima oleh peserta didik. Dengan sistem yang buruk, seorang individu akan menjauhi ranah prndidikan akademisnya, yang pada akhirnya dapat dengan mudah termakan oleh doktrin-doktrin kelompok terorisme.

Gambar 6. Ayana Moon, seorang mualaf yang awalnya sangat membenci Islam karena berbagai aksi terorisme.

       Ada api, ada asap. Ada masalah, pasti ada sebab. Kasus terorisme di planet bumi ini juga pasti disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan maupun pribadi. Kita sebagai warga negara Indonesia yang baik maupun sebagai sesama manusia, hendaknya saling menghargai perbedaan yang ada. Jangan hanya menyerang pemikiran-pemikiran yang berbeda dengan diri kita sendiri, tapi pergunakanlah perbedaan-perbedaan tersebut untuk bersama-sama membangun negeri tercinta ini. Seperti perbedaan antara aku dan kamu. Kamu cewek, aku cowok, mari kita bersama-sama membangun bahtera rumah tangga kita yang indah :) 

        Share artikel ini jika bermanfaat, dan jangan lupa memberikan komentar di bawah :)

Komentar