gambar 1. Garuda Pancasila, Lambang Negara Republik Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau yang disingkat NKRI, memiliki suatu ideologi yang merupakan suatu sintesis dari 2 ideologi besar yang mempengaruhi negara-negara di dunia--yang meliputi Liberalis-Kapitalis oleh Amerika Serikat, dan Sosialis-Komunis oleh Uni Soviet, yakni Pancasila. Dan kemudian, di dalam Pancasila itu sendiri, terdapat suatu nilai-nilai filsafat yang dimana, dalam hal ini, jarang dimiliki oleh negara lain di dunia--karena memang berasal dari nilai-nilai kuno bangsa Indonesia itu sendiri. Dimensi dalam Filsafat Pancasila memiliki beberapa tingkatan, diantaranya antara lain:
1. Nilai Dasar, sebagai asas mutlak negara yang tidak dapat diganggu gugat lagi.
2. Nilai Instrumental, sebagai standar norma sosial dan norma hukum yang berlaku.
3. Nilai Praksis, sebagai nilai yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut saya, nilai dasar di dalam Pancasila memang tidak dapat diganggu gugat lagi, karena memang asalnya berasal dari nilai-nilai kuno bangsa Indonesia, sehingga ideologi Pancasila itu juga sesuai dengan kondisi sosial-kultural masyarakat Indonesia sendiri. Namun, untuk 2 nilai setelahnya, yakni nilai instrumental dan nilai praksis, memuat berbagai kontroversi maupun koreksi, karena pada zaman sekarang nilai-nilai tersebut memang sudah diselewengkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Namun, karena suatu keterbatasan saya pribadi, saya hanya menjelaskan kontroversi dalam nilai instrumentalnya saja.
Sebagai nilai instrumental yang berarti sebagai standar norma sosial dan norma hukum yang berlaku di Indonesia, terdapat serangkaian peraturan-peraturan bahkan Undang-Undang yang disinyalir bertentangan dengan kelima sila dari Pancasila. Penyelewengan tersebut tidak hanya berasal dari lembaga-lembaga eksekutif selaku pelaksana, bahkan lembaga legislatif--selaku pembuat peraturan, maupun lembaga yudikatif--selaku penegak peraturan, juga melakukan hal yang sama, yakni menyelewengkan nilai Pancasila.
gambar 2. Simbol Bintang Emas yang melambangkan Sila Pertama Pancasila
1. Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius, sekaligus bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, termasuk dalam hal kebebasan berekspresi dalam beribadah. Namun dalam prakteknya, hanya ada 6 agama resmi yang diakui oleh pemerintahan Indonesia, yakni Islam, Protestan, Khatolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Chu, padahal terdapat banyak sekali agama asli nenek moyang bangsa Indonesia. Namun pemerintah Indonesia tidaklah mengakui akan hal itu, seperti agama Marapu (Sumba) yang diklasifikasikan ke dalam agama Khatolik. Kemudian ada agama Aluk To Dolo (Toraja) & Kaharingan (Dayak), yang diklasifikasikan dalam aga Hindu, padahal agama-agama tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan agama-agama yang disediakan pemerintah, baik dari segi ideologis, ritual keagamaan, dan sistem kebendaannya.
Dan hal ini pun bergulir pada termarjinalisasinya ajaran-ajaran yang sedikit berbeda dari keenam agama resmi tersebut, bahkan terbit pula Undang-undang tentang aliran sesat, yang akhirnya telah membuat aliran Ahmadiyah dan aliran Syiah dalam Islam dibekukan, padahal dalam UUD 1945 telah dijelaskan bahwa, tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya, dan, menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya.
gambar 3. Simbol Rantai Baja yang melambangkan Sila Kedua Pancasila
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adil dan Beradab, berarti Pancasila menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Hal yang menjadi tanda tanya adalah ketika operasi Petrus, kasus penculikan disertai pembunuhan Marsinah & Munir, dan operasi genosida penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) dilaksanakan. Lalu bagaimanakah Hak Asasi Manusia yang tercantum di dalam pasal 27 hingga 34 UUD 1945 dilaksanakan? Apakah hanya ada pada selembar kertas yang selalu dihapalkan oleh para siswa sekolah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan semata?
Belum lagi aksi kekerasan oleh aparat negara (TNI & Polri) pada aktivis-aktivis zaman now seperti pada kasus sengketa Kulon Progo dan Tumpang Pitu--yang bahkan Budi Pego didakwa sebagai penyebar Komunisme. Apakah berarti negara ini kurang menjunjung tinggi hak asasi para warga negaranya yang masuk ke ranking 4 negara terpadat di dunia ini?
gambar 4. Simbol Pohon Beringin yang melambangkan Sila Ketiga Pancasila
3. Persatuan Indonesia. Sudah jelas apa maksud dan isinya. Namun, apa yang terjadi pada sila ini sehingga memunculkan UU tentang otonomi daerah dan UU tentang Daerah Istimewa? Memang benar, otonomi daerah & daerah istimewa berarti agar daerah-daerah dapat menjadi mandiri. Lalu, jika terlalu mandiri, apa sebenarnya fungsi dari sila ketiga ini? Bahkan, apa sebenarnya fungsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia? Otonomi daerah yang mungkin berfungsi positif adalah ketika provinsi Jawa Timur memperoleh surplus beras pada tahun 2017 kemarin, dan ketika provinsi Bali mendapatkan hak untuk mengelola pariwisatanya secara mandiri.
Namun bagaimana dengan provinsi Aceh, yang bahkan menerapkan hukum yang di luar konteks hirarki kekuasaan hukum di Indonesia, yakni hukum Syariah. Belum lagi dengan kota Batam yang memiliki 2 otoritas eksekutif yang mengatur jalannya pemerintahan, yakni Pemerintah Kota Batam, dan Badan Pengusaha Batam. Apakah hal ini UU tentang otonomi daerah dan daerah istimewa memberi peluang agar Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bertransformasi menjadi suatu negara federasi?
gambar 5. Simbol Kepala Banteng yang melambangkan Sila Keempat Pancasila
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan-Perwakilan. Sila ini mengatur agar demokrasi di negara ini selalu dapat diawasi dan dikontrol oleh warga negaranya sendiri. Lalu, jelas sudah bahwa draft revisi UU no. 17 Tahun 2014 pasal 122 huruf k tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) yang berisi MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Apakah itu merupakan suatu penghinaan atas sila ini? Karena dalam hal ini fungsi DPR sebagai penyalur aspirasi rakyat malah menjadi suatu kaum elitis di negeri ini, yang kebal akan kritik dan penyampaian pendapat dari rakyatnya sendiri.
gambar 6. Simbol Padi dan Kapas yang melambangkan Sila Kelima Pancasila
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini berarti seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan suatu keadilan sosial yang sebaik-baiknya. Namun, mengapa program E-KTP masih terhambat? Bahkan dengan kartu sakti tersebut, seorang individu yang tinggal di Indonesia bisa benar-benar menjadi Warga Negara Indonesia bila memiliki kartu tersebut?
Jika berbicara tentang undang-undang, lalu mengapa ada harus ada pungutan liar di sekolah-sekolah maupun di kampus-kampus, padahal UUD 1945 ayat 1-5 mengatur agar negara menjamin setiap Warga Negaranya berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Jadi, apakah dengan terhambatnya E-KTP berarti kita juga terhambat dalam memperoleh pendidikan yang biayanya makin selangit? Karena kita belum menjadi Warga Negara Indonesia yang sebenarnya?
Menurut saya, untuk menanggulangi berbagai tindak penyelewengan dalam Pancasila tersebut, kembali lagi pada sikap pemerintah. Apakah mereka akan mengambil kebijakan yang tegas seperti pada operasi besar-besaran terhadap pungutan liar yang dimulai Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015 silam atau membuat kebijakan baru yang membuat rakyat gerah, seperti draft RUU MD3 yang sangat tidak pro-rakyat sekali? Saya pribadi sebagai rakyat sekaligus Warga Negara Indonesia yang telah memiliki E-KTP hanya berharap agar paper saya ini dapat dibaca oleh semua orang, termasuk oleh pihak yang berwenang untuk membacanya, dan kemudian direnungkan, apa sajakah penyelewengan kita terhadap Pancasila yang telah kita lakukan hingga saat ini?






Komentar
Posting Komentar